Cerita Dua Puluh Tahun yang Lalu...

Anak itu katanya terlahir tanpa tangisan dari mulut mungilnya,,, sampai akhirnya sang Bidan menepuk-nepuk bokong kecilnya..
dan pecahlah tangisnya,, sembari memecahkan kekhawatiran menjadi bahagianya sang Bunda, bagaimana tidak, putri pertamanya lahir dengan diam bahasa, dikhawatirkan adanya masalah dengan pernapasannya menurut ilmu kedokteran...

beranjak balita,, di usia awal-awal perkembangannya pun dia tidak banyak berbicara, padahal betapa cerewet sang Bunda,, dan katanya sang Nenek pun suka mengelus-eluskan cabai merah dan koin emas di lidah sang cucu perempuan pertamanya itu,, karena sungguh aneh betapa tidak bawelnya balita keriwil ini.. mitos yang lucu saya pikir, karena beliau melakukannya rutin setiap Jumat siang ketika berkunjung ke rumah cucunya itu..

Ketika masuk usia tiga-empat tahun pun, dia cenderung menyendiri, lebih menyukai belajar membaca majalah yang masih dia baca dengan terbalik dan bermain di rumah dibandingkan keluar rumah. Monolog-monolog cadelnya hanya mampu meramaikan rumah mungilnya di pinggiran kota Industri waktu itu.

Masuklah dia pada usia sekolah, memang ternyata dia jarang mampu mengungkapkan perasaannya,, termasuk perasaan sedihnya,, hanya mampu menangis dan tak heran disebut 'si cengeng' oleh teman-teman seusianya.
ketika dia kecewa pada ayahnya pun, dia ternyata belajar menuliskan kekesalannya pada buku belajar membacanya yang berwarna kuning dan penuh coretan itu..
Lucunya, setelah sholat subuh, sang Ayah membaca apa yang ditulisnya dan sang Ayah tersenyum sambil meminta maaf..

Semakin bertambah usianya, dia terkenal cukup bandel, tidak hanya cengeng, namun juga suka membuat anak-anak lain menjadi cengeng, karena usilnya dan tak kehati-hatiannya dia saat bersikap.. sang Ayah sering menegurnya sebelum tidur malam itu,, membuat hatinya semakin waswas khawatir Ayah tau kelakuannya minggu-minggu itu..

Lucunya, guru-gurunya sungguh mengelu-elukan dia, betapa manis sikapnya kepada orang tuanya itu di sekolah, mungkin bukan hanya karena itu, karena ku dapati ia memang sering menjadi bintang di setiap jenjang pendidikannya,, tak sedikit yang dia ukir, namun berteman dengan sesama masih menjadi masalah buatnya,, ya setiap persahabatan tidak mungkin tanpa hadirnya musuh ataupun yang tidak menyukainya..

Kepingitannya yang sejak kecil itu memaksa ia mendobrak dunia baru, explore her world, adalah misinya kala itu, mencoba semua yang jadi trend remaja masanya. Namun, tak semuanya, karena ia begitu risih dengan kefeminiman. Dia mudah sekali bergaul dengan kaum pria dibandingkan dengan kawan perempuannya.. dan bukan tidak mungkin pula dia menyukai salah satu kawan laki-laki dekatnya saat itu.

Tak ada orang dewasa yang yakin bagaimana mungkin remaja putri itu memikirkan hal dmikian.. mereka menyangka dia adalah 'penggila' belajar, taat guru dan orang tua, ternyata remaja tetap sama saja.. Hal ini pun membuatku kadang khawatir pada anak remajaku kelak,, bahkan siswa-siswa remaja ku kini..

Yaaa,, alhamdulillahnya, dy tetap tau batasan norma seperti apa...

(to be continued..)

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer